Selasa, 18 November 2008

Topics To Say...

No, Cink, when I refer to "Para Pembaca Budiman", I mean "Para". Real "Para". It's just that my Indonesian readers don't comment somehow. Jyahahah.

Beberapa hari ini saya berpikir untuk mencari topik. Bukan, bukan untuk skripsi saya (yang entah kapan akan saya kerjakan itu), tapi untuk dibicarakan kepada Anda, Para Pembaca Budiman. Entah mengapa, saya seakan kehabisan topik untuk di"obrol"kan. Sampai saya mendapat surat elektronik dari youtube yang menotifikasi adanya video-video baru dari langganan saya. Dan, voila, saya menulis.

Seperti yang beberapa dari Anda tahu, saya memiliki perhatian besar terhadap makanan (selain badan yang besar yang juga diakibatkan oleh makanan, tentunya). Saya begitu cerewet soal rasa makanan saya. Tidak peduli makan di pinggir jalan mana, asal makanan tersebut enak, saya tak segan-segan mempromosikan dan mengingat-ingat lokasi jualan makanan tersebut. Demikian pula sebaliknya, bila makanan tersebut tidak enak, tak peduli makan di restoran kelas atas mana, saya tak segan-segan menjelek-jelekkannya di depan semua orang.

Kecintaan saya akan makanan tentu dimulai dari kebiasaan keluarga saya yang mampu pergi "ke ujung dunia" untuk mengejar makanan enak. Kami biasa pergi tengah malam ke tengah kota untuk sekedar makan bubur atau mie favorit kami. Tak jarang, kami bangun subuh-subuh supaya bisa makan mie Kota Kembang di daerah krekot. Sehingga, bila Anda bertanya pada saya, saya tidak begitu tahu apakah saya "makan untuk hidup", atau "hidup untuk makan".

Saya percaya ibu saya berperan sangat besar dalam pembentukan karakter "cerewet" dan "sok kritikus makanan" saya. Bukan karena Beliau adalah orang yang cerewet atas makanan, namun lebih kepada keahlian beliau memasak. Selain seorang koki yang berpengalaman, Beliau (menurut saya) adalah koki yang luar biasa. Entah mengapa apa-apa yang dimasaknya kebanyakan enak. Anda mungkin berkata "Ya, iya lah. Itu Mak lo! Don't we all think that our Mum is a good chef?" Tapi mengingat lidah saya yang cerewet ini, Saudara, percayalah, saya tahu apa yang saya katakan (terbukti dengan beberapa teman saya yang sudah mencobai makanan Mak saya dan seakan tak bisa berhenti. Entah doyan, laper atau memang rakus. Hohoho). Pengalaman makan makanan yang enak tiap-tiap hari inilah yang membuat lidah saya peka terhadap makanan yang tidak enak.

Saya percaya akan kekuatan kuliner orang-orang Indonesia. Menurut saya, kita begitu diberkahi dengan makanan-makanan dengan cita rasa yang kuat dan endang bambang gulindang (enak, begitu). Maka ketika saya mendapati makanan yang saya beli tidak enak, saya akan merasa kesal karena telah membuang uang dengan percuma dan telah membuang kesempatan makan enak saya hari itu. Seringkali, makanan mempengaruhi mood saya dan menjadi obat yang mujarab bagi mood saya yang sedang jelek.

Kembali ke soal youtube, surat elektronik saya menotifikasi kalau saluran langganan saya telah bertambah satu resep baru. Saya berlangganan saluran Foodwishes. Yang menarik dari saluran ini adalah saluran ini selalu menciptakan makanan dengan cara yang mudah (atau dalam kasus saya TERLIHAT mudah: Hey, saya kritikus makanan dan bukan koki) dan tidak sok kechef-chefan. Ditambah, suara Chef John yang terdengar begitu bersahabat dan sincere, jadilah channel ini begitu menarik. Video berikut bukan merupakan video terbaru dari Chef John, namun sangat menarik perhatian saya (rasanya pengen makan apple pie). Selain bisa dilihat di youtube, video-video Chef John dapat dilihat di www.foodwishes.com. Jadi, kalau boleh saya meminjam kata penutup Chef John, "Enjoy!"


1 komentar:

StarzinE mengatakan...

Forget about Indonesian Food!!! Choose between Italian dishes or Japanese Dishes? Only one in any occasion!!! Jyahahaha....

blogger templates | Make Money Online