Kesalahan bukan pada Sodara. Saya yang males. Saya yang sibuk *sok sibuk*. Saya sudah menyelesaikan sidang saya. Meski tak tahu nilai berapa yang diberikan, tapi saya lulus (PUJI TUHAAAAAAAN).
Sehubungan dengan kelulusan tersebut, menurut saya, salah satu faktor yang berperan penting dalam kelulusan saya adalah salah satu wahana Dufan yang bernama Tornado. Jangan heran. Saya punya argumennya.
Kesalahan paling umum yang ditemukan di banyak mahasiswa yang akan sidang adalah terlalu seriusnya mereka sedemikian rupa sehingga mereka gugup tiada tara. Saya beruntung karena mendapat pencerahan untuk melaksanakan tujuan mulia ini dengan pendekatan yang berbeda. Beberapa hari sebelum saya disidang oleh panel penguji, saya pergi ke Dufan bersama teman senasib saya serta adik dan tamu saya. Sang tamu serta adik saya tentu saja tak bernyali cukup besar untuk naik Tornado. Tapi saya dan teman saya, dua makhluk putus asa saat itu, sudah tidak begitu peduli lagi akan keselamatan kami berdua. Sehingga, segala rumor miring tentang Tornado dan wejangan dari orang tua untuk tidak naik wahana tersebut tidak nyangkut di akal sehat kami.
Maka, naiklah kami. Sepanjang perjalanan yang begitu provokatif tersebut, saya merasa seperti dibanting-banting. Saya seperti diangkat tinggi ke atas bak emas yang baru ditemukan orang untuk lantas dihempaskan sejauh tiga belas lantai ke tanah karena orang tersebut baru sadar kalo "emas"-nya itu tak lebih dari (maaf) kotoran sapi yang masih hangat. Saya lantas diputar-putar hebat. Kaki saya akan melambai-lambai. Dan tak heranlah bila saya kerap kehilangan orientasi arah atas dan bawah selama beberapa saat. Kalau bisa saya definisikan pengalaman tersebut dalam satu kata, saya akan menggunakan istilah Jawa modern yang populer: "SUUUUUUEEEEEEEEERU TENAN!"
Seperti yang dapat Anda lihat di bawah, saya masih bisa bercakap-cakap dengan teman saya seakan tidak terjadi apa-apa. Percayalah, Sodara, bahwa ini adalah reaksi yang lazim bagi orang-orang putus asa yang sudah benar-benar berserah akan hidup dan matinya. Kalo masih idup ya sidaaaaang, kalo ga ya udah.
Maka tatkala si operator bertanya "Mau lagi?!", saya yang heran kenapa masih hidup, lantas berteriak, "Lagiii..." dengan gaya lebay luar biasa. Celakanya, operator ini tidak menyadari usaha bunuh diri yang saya lakukan. Beliau pun menurut saja dan kami mendapat sesi tambahan yang lebih gila dan lebih sadis dari sesi sebelumnya. Saya tentu tidak berani menunjukkan sesi-sesi berikutnya tersebut dengan alasan keamanan kita bersama. Takut ada yang buta melihat sapi gila diputer-puter: saya.
Sayangnya, setelah sesi kedua berakhir pun, saya masih hidup. Percayalah, saya sudah berusaha dan berteriak sekuat tenaga untuk membujuk rayu si operator untuk kembali memutar saya. Tapi karena ada salah satu dari rombongan yang hampir pingsan, sesi kami diberhentikan. Payah.
Jadilah saya, ketika menghadapi sidang, sudah tak berurat takut lagi. Ngomong aja gitu seakan tak masalah acara apa dan siapa yang sedang saya hadapi saat itu.
Tentu hasil ini bervariasi pada tiap orang. Teman saya yang lain ketika saya sarankan untuk naik Tornado sebelum Beliau sidang malah menjawab "Lebih baik gua sidang lima kali!", sehingga hipotesis saya, tidak semua orang bisa melakukan hal ini. Kesimpulannya, don't try this stupid advice lah!
2 komentar:
terdakwa yg Desperate, hehehe
jadi, mo sidang kasus apa ni?
percobaan bunuh diri apa skripsi?
;D
call me the next time u feel like dying coz i've got better ways to do it LOL
Posting Komentar